Thursday, December 19, 2013

Karang Lunak dan Aspek Ekologis

Karang Lunak dan Aspek Ekologis -  Setelah menyajikan tentang aspek biolgis karang lunak, mari kita menambah wawasan mengenai aspek ekologis karang lunak. Secara umum karang lunak memiliki syarat-syarat hidup yang hampir sama dengan karang batu (karang keras). 

Mereka menyukai perairan yang hangat atau sedang terutama pada daerah Indo Pasifik. Octocorallia merupakan salah satu komponen hewan terumbu karang khusunya pada daerah yang kurang stabil, terumbu karang yang rusak akibat badai atau sedimentasi, dimana pertumbuhan untuk karang keras terhambat. Mereka tumbuh cepat dan kokoh di dasar dengan salinitas yang berubah-ubah. Octocorallia biasanya adalah komponen yang mendominasi di daerah terumbu yang sedang mengalami pemulihan setelah terjadinya serangan dari Acanthaster, badai dan faktor lain yang menyebabkan kerusakan terumbu. Pada daerah yang sementara dalam pemulihan, karang lunak dapat menutupi sampai 90% atau lebih. Kelimpahan tertinggi dari Alcyonacea ditemukan pada daerah dangkal yaitu pada reef flat dan reef slope. 

Perairan dalam dengan pencahayaan yang kurang dan arus yang kuat, merupakan daerah yang cocok untuk jenis Gorgonia seperti Siphonogorgia dan beberapa Nephtidae, di lain pihak untuk jenis Alcyoniidae sukar tumbuh. 

Habitat yang jernih, untuk jenis yang berzooxantela seperti Xenidae, Nephtidae, Alcyoniidae, dan Isisdae memilki kelimpahan yang tinggi, dan dapat menutupi sekitar 50 % dari wilayah sampai kedalaman sekitar 20 m. Pada komunitas di daerah dangkal, yaitu daerah reef flat, dibatasi oleh adanya energi gelombang yang besar terutama pada daerah menghadap angin (wind ward), sehingga menyebabkan rendahnya kelimpahan serta jumlah spesies dari karang lunak. Hanya sebahagian kecil pertumbuhan koloni di antaranya Xenia dan Paralemnalia yang menempati daerah dangkal reef flat pada daerah ombak pecah. Pada daerah ini, jenis Lemnalia, Nephtea dan sebagian besar Gorgonia tidak dapat hidup. Gorgonia terbatas pada daerah yang terbuka dari arus, tetapi berlindung dari gelombang yaitu di sekitar daerah belakang terumbu atau bagian dalam dari lingkungan terumbu (Fabricius dan Alderslade, 2001). 

Penyebaran yang tidak merata, merupakan salah satu kelebihan dari jenis Alcyonacea, sehingga menunjukkan komposisi jenis dan kelimpahan yang berbeda-beda pada tiap-tiap daerah. Sebagai tambahan, reproduksi aseksual yang banyak dilakukan oleh jenis karang lunak menyebabkan perkembangannya yang mengelompok. Hubungan persaingan dengan organisme terumbu yang lain jelas berpengaruh dan penting dalam menentukan penyebaran dari karang lunak (Cool dan Sammarco, 1986). 

Karang lunak menghasilkan senyawa alami yang memegang peranan penting dalam ekologinya, terutama dalam usaha mereka untuk bertahan melawan predator, kompetisi ruang, dan dalam reproduksi. Senyawa ini termasuk dalam zat kimia yang disebut terpen. 

Secara umum terumbu karang menghadapi banyak predator seperti, ikan karang, krustacea, echinodermata, dan lain-lain. Tekstur tubuh karang lunak pada umumnya padat dan tampak tidak memiliki pertahanan melawan predator. Analisis secara kimia membuktikan bahwa karang lunak kaya akan zat-zat nutrisi yang penting (seperti protein, lemak dan karbohidrat) dan dapat menjadi sumber makanan bagi predator. Namun berdasarkan penelitian menunjukkan rendahnya pemangsaan karang lunak dibandingkan dengan karang keras. Hal ini karena karang lunak memiliki pertahanan berupa senyawa terpen dalam koloninya. 

Karang lunak yang menggunakan pertahanan fisik melawan predator tampak tidak bersifat racun bagi ikan, seperti Sarcophyton dapat menarik masuk polip-polipnya ke dalam lapisan permukaan koloni, sedangkan polip-polip pada jenis lain, seperti Xenia dan Cespitularia melakukan sebaliknya. Jenis polip dan koloni lain melakukan pertahanan dengan spikula kapur yang kecil dan tajam. 

Karang lunak juga memiliki cara lain yang dapat melindunginya dari pengaruh berbahaya karang batu dalam hal kompetisi ruang. Selain dengan menggunakan zat kimia (terpen), beberapa karang lunak mengeluarkan suatu lapisan polisakarida protektif jika berada dalam jarak yang dekat atau kontak langsung dengan karang batu. Lapisan ini kemudian menyebabkan karang lunak dapat tumbuh melewati jaringan hidup karang batu dengan menghasilkan suatu dasar untuk perlekatan koloni dan perluasan wilayah hidup. Hal ini misalnya terjadi pada jenis Nephtea brassica yang bergerak melewati karang batu Acropora hyacinthus (Coll dan Sammarco, 1986). 

Menurut Birkeland (1997), secara umum pertumbuhan terumbu karang dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yaitu faktor dalam skala besar, skala sedang, dan skala kecil. Faktor dengan Skala besar berupa musim/iklim dan perubahannya, skala sedang berupa suhu, salinitas, gelombang, dan skala kecil yaitu cahaya, nutrisi (makanan), sedimen dan pengaruh topografi. 

Adapun faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan karang lunak menurut Fabricius dan Alderslade (2001), yaitu : 

Badai dan Gelombang 
Octocorallia rentan terhadap terjadinya abrasi, kehilangan habitat/tempat tinggal, dan bentuk gangguan lain oleh badai gelombang dan pencampuran pergerakan dari pasir dan rubble. Hanya Octocoral yang merayap seperti Sinularia atau Cladiella, dan beberapa spesies lain, seperti Capnella, Paralemnalia, Asterospicularia dan Xenia, yang bisa mentoleransi aksi gelombang, dan dapat ditemukan di daerah yang terlindung pada daerah reef flat pada daerah pecahnya ombak. 

Arus 
Kebanyakan Octocorallia membutuhkan arus yang konsisten, cukup kuat, utamanya dari satu arah untuk mendapatkan makanan yang maksimal. Arus sangat berperan untuk transportasi makanan, penyebaran larva dan merangsang terjadinya fotosintesis. 

Cahaya 
Sebaran Octocorallia tergantung pada keterbukaan akan cahaya oleh kedalaman perairan, kejernihan air, dan kelerengan suatu daerah. Partikel yang tersuspensi tidak hanya menyebabkan kekeruhan tetapi juga akan menyerap cahaya. Daerah dengan kedalaman 10 meter yang keruh akan kelihatan gelap. Kekeruhan terbesar biasanya terdapat pada daerah dangkal yang dekat dengan pantai dan muara sungai, dengan gelombang dan arus pasang surut yang dapat menyebabkan terangkatnya sedimen dan lumpur dari dasar laut. Cahaya terutama berpengaruh terhadap aktivitas fotosintesis terhadap spesies yang bersimbiosis dengan zooxantela, dan bagi spesies tanpa zooxantela berpengaruh terhadap penentuan habitat dimana larvanya cenderung tinggal pada daerah yang gelap. Batas kedalaman makin bertambah seiring dengan tingkat kejernihan air. Pada air yang keruh, karang lunak dengan zooxantela hanya terbatas sampai kedalaman 10m, sedangkan pada karang lunak tanpa zooxantela (terdiri dari Ellisellidae, Subegorgidae, beberapa Gorgonia serta Dendronephtya) mendominasi pada kedalaman di bawah 10 meter. 

Sedimentasi 
Peningkatan sedimentasi merupakan faktor pengganggu terhadap kesehatan terumbu karang. Biasanya disebabkan oleh aliran sedimen dari aktivitas pertanian. Penumpukan sedimen dapat menutupi koloni kecil pada karang dengan menghalangi terjadinya pertukaran gas antara koloni dengan kolom air. Sedimen juga memberikan efek negatif terhadap fotosintesis, yaitu memberikan tekanan karena partikel yang mengendap pada permukaan koloni atau yang tersuspensi dalam kolom air dapat mengurangi cahaya yang penting dalam fotosintesis. 

Salinitas 
Menurut Kinsman (1964) dalam Supriharyono (2002), binatang karang tumbuh subur pada perairan dengan kisaran salinitas sekitar 34-36 permille. Salinitas sekitar 35 permille adalah salinitas normal untuk kebanyakan lingkungan perairan di Indo Pasifik, meskipun ada yang mencapai 45 permille yaitu pada perairan sebelah utara Laut Merah dan Selat Arab. Penurunan salinitas pada terumbu karang pada musim hujan dan masukan air segar dari sungai merupakan gangguan bagi terumbu karang. Salinitas yang berada di bawah 30 permille dapat mengganggu pertumbuhan beberapa Xeniidae, bahkan pada salinitas dibawah 25 permille dapat menyebabkan kematian pada sebagian besar spesies (Fabricius dan Alderslade, 2001). 

Suhu 
Umumnya karang dapat tumbuh dengan kisaran suhu 18-36 derajat Celcius, dengan kisaran paling optimal yaitu 26 – 28 derajat Celcius (Birkeland, 1997). Sebaran karang keras dan karang lunak yang zooxantela terbatas pada wilayah perairan yang hangat. Temperatur air laut yang turun hingga 18oC tidak dapat didiami oleh sebagian besar spesies karang lunak yang memiliki zooxantela. Hanya Octocorallia tanpa zooxantela yang bisa tumbuh pada daerah dengan temperatur dingin dan pada daerah yang dalam. Pada beberapa wilayah, pada musim panas suhunya mencapai temperatur maksimum sekitar 35 derajat Celcius (Selat Persia, di daerah reef flat, berupa teluk yang terlindung dari angin) tetap mendukung keberadaan zooxantela pada karang, walau demikian hanya sebagian kecil spesies yang ditemukan pada kondisi seperti ini. Peningkatan temperatur akan menyebabkan kematian pada alga zooxantela dan disusul oleh kematian karang (Bleaching).


Demikian tulisan tentang Karang Lunak dan Aspek Ekologis, semoga bermanfaat untuk kita semua. Dapatkan tulisan menarik lainnya tentang SEPUTAR DUNIA LAUT hanya di http://seputar-dunialaut.blogspot.com/



share this article to: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Posted by Unknown, Published at 1:40 AM and have 0 komentar

No comments:

Post a Comment